Selasa, 15 November 2011

Malaikat pencabut nyawa meninggal?

Standard
Picture credit: SeanD1986
Kita telah mengetahui macam-macam kematian manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan yang disebabkan karena nyawanya dicabut oleh malaikat maut. Namun bagaimana dengan malaikat maut sendiri? Bukankah semua mahluk yang bernyawa akan merasakan kematian? Tak terkecuali bagi malaikat, jin, setan ataupun iblis. Siapakah yang akan mencabut nyawa malaikat pencabut nyawa? Dan bagaimanakah kiranya hal itu terlaksana?
Ketika nyatanya hari kiamat telah berakhir, segala mahluk hidup baik yang di langit maupun di bumi telah tercabutlah nyawanya, kecuali yang dikecualikan oleh Allah swt. Setelah keributan maha dahsyat, setelah kehancuran paling hancur di alam semesta ini, sekarang tinggal keheningan yang tersisa. Dimana saat ini tinggal Allah Ta’ala dan malaikat pencabut nyawa saja.


“Allah Ta’ala memerintahkan malaikat maut agar mencabut semua nyawa mereka. Diapun melaksanakan tugas itu. Kemudian Allah Ta’ala berfirman; ‘Wahai malaikat maut, siapakah diantara mahluk-Ku yang masih hidup!’ … Malaikat maut menjawab; ‘Wahai Tuhan-ku hanya hamba yang lemah ini yang masih hidup.’ Allah Ta’ala berfirman; ‘Wahai malaikat maut, apakah engkau tidak mendengar Firman-KU! Bahwa tiap-tiap mahluk itu merasakan mati! … Maka cabutlah nyawamu sendiri.
Kemudian malaikat maut pergi ke suatu tempat antara surga dan neraka, lalu ia berusaha mencabut rohnya sendiri. Dia berteriak sangat keras sekali, sampai andaikan semua mahluk kala itu masih hidup tentu mereka semua mati karena teriakan malaikat maut. Dia pun berkata; ‘Andaikan saya tahu bahwa rasa sakit yang sangat menyakitkan ini pasti saya tidak akan mencabut nyawanya orang-orang beriman kecuali dengan perlahan-lahan dan halus sekali.’
(Hadits disahihkan oleh imam Bukhari)
Lalu malaikat maut pun mati sehingga satu pun tidak ada mahluk yang tertinggal. Keadaan bumi rusak selama 40 tahun. Kemudian Allah Ta’ala berfirman; ‘Wahai dunia yang hina terhina, sekarang dimanakah para raja! Dimana anak-anak raja! Dimana penguasa yang sombong! Dan dimana pula orang-orang Pemberian-KU akan tetapi mereka menyembah selain Aku! (Allah Ta’ala bertanya lagi dalam lanjutan). Pada hari ini milik siapakah segala Kerajaan! Satu pun tidak ada mahluk yang menjawab, maka Dia Allah menjawab untuk Dzat-Nya sendiri dalam Firman-Nya:

SEMUANYA KEPUNYAAN ALLAH YANG MAHA PERKASA!
Lalu Allah Ta’ala mengirim angina “Fakim”, dimana angin itu pernah dikirim kepada kaum ‘Ad, yang kekuatannya kira-kira hanya sebesar (tenaga) kalau angin keluar dari lubang jarum. Setelah itu tidak ada lagi di bumi yang tertinggal; gunung atau pegunungan semua hancur lebur karenanya, sampai permukaan bumi menjadi rata. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:




Artinya:
      “Engkau tidak akan menemui bagian yang rendah atau tinggi.” (Q.S. 20 : 107)
Kemudian Allah memerintah kepada langit agar menghujankan air. Langit itu pun menurunkan hujan dengan air, dimana keadaan air ibarat mani laki-laki yang tersimpan selama 40 hari. Genangan air sampai di atas segala sesuatu setinggi 12 dzira’ kaki. Karena itu kemudian tumbuh semua mahluk seperti sayur kubis, sehingga jasad-jasad kembali sempurna dan menjadi seperti semula (dalam bentuk manusia lagi, dimana ada riwayat lain; nanti kalau sudah dimasukkan nyawa keadaan seperti mereka hidup di dunia. Dan perlu diketahui bahwa kebangkitan itu belum dimasuki oleh nyawa sesuai kronologis hadits tersebut).
Setelah itu Allah Ta’ala menghidupkan para malaikat pembawa ‘Arsy, malaikat Israfil, Mikail, Izrail, Jibril yang semua hidup kembali atas izin Allah Ta’ala.”
(Hadits melalui Abu Hurairah ra. Disahihkan Imam Bukhari)

Mungkin ini hanya sepenggal kisah dari perjalanan kehidupan yang akan kita lalui setelah kematian nanti. Tapi lihatlah dengan bijaksana dan seksama. Bagaimana ketika malaikat maut mencoba untuk mencabut nyawanya sendiri dari tenggorokannya. Ia berteriak sangat keras sehingga seandainya kala itu kita semua masih hidup, maka kita akan mati hanya karena mendengar teriakannya. Dan simaklah apa yang ia katakana, “… Andaikan saya tahu bahwa rasa sakit yang sangat menyakitkan ini pasti saya tidak akan mencabut nyawanya orang-orang beriman kecuali dengan perlahan-lahan dan halus sekali.” Bahkan seorang malaikat maut merasa “tersiksa” ketika nyawanya sedang dicabut dari tubuhnya sendiri, bagaimana dengan kita selayaknya manusia biasa?

Kematian itu pasti. Ia tidak akan meleset mesti hanya satu detik. Namun demikian, tak seorang pun tahu kapan hari “H” nya. Ia bisa datang menyergap dengan tiba-tiba. Ia adalah misteri. Karenanya, setiap orang harus memiliki persiapan untuk menghadapinya. Dan tentu saja, husnul khatimah harus menjadi pilihan. Dan untuk mencapai itu, harus melalui jalan syari’at; dengan menjalakan segala perintah dan menjauhi segala larangannya.

Tidaklah seorang hamba senantiasa mengingat kematian, melainkan dunia akan menjadi hina dalam pandangannya. [Al-Hasan Al-Bashri]

Sebuah keniscayaan
Kalau kita mau mencermati kematian, niscaya tahu bahwa ia adalah perkara yang besar. Ia adalah piala bergilir bagi orang yang berdiam di suatu tempat atau bagi yang suka berkelana. Dengannya, seorang hamba keluar menuju surga atau neraka.
Tak ada yang harus dikhawatirkan dalam kematian. Ia adalah pintu yang setiap orang pasti akan memasukinya. Tetapi yang menjadi masalah serius adalah, apa yang terjadi setelah kematian? Apakah berupa taman dan sungai yang mengalir, dalam tempat yang dijanjikan Allah; ataukah berupa kesesatan dan api yang bergejolak?

“(ingatlah) pada hari wajah mereka dibenamkan ke lautan api. (Dikatakan kepada mereka), ‘Rasakanlah jilatan api neraka ini’.” (Q.S. Al-Qamar : 48)

Maka, orang-orang shalih sangat rindu, ingin segera bertemu dengan Rabb mereka. Menyiapkan bekal kematian, yang menjadi gerbang menuju negeri akhirat. Ya, mereka bahagia menyambut kematian, selagi kematian itu mendekatkan diri kepada Rabb mereka.
Demi Allah… itulah keberuntungan yang besar. Ketika dihadapkan pada Rabbul ‘Alamin, mereka bangga dengan cara kematian yang mereka alami. Wajah mereka putih dan derajat mereka tinggi.
Orang-orang shalih menghadapi kematian dengan jiwa yang tenang. Tujuan mereka hanya satu; mati dalam keadaan diridhai Allah swt. Mereka itu, sebagaimana disebutkan Allah dalam firman-Nya,

“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenarnya, dan jangan sampai kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim” (Q.S Al-Baqarah : 132).

Ya, jangan sampai kita mati kecuali dalam keadaan muslim.

Sumber bacaan:
Malam Pertama Di Alam Kubur Karya Dr. A’idh Al-Qarni, M.A., Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al-Uraifi, Syaikh Muhammad Husain Ya’qub.
Perjalanan Hidup Sesudah Mati karya Ust. Labib Mz.

0 komentar:

Posting Komentar

Post Comment