Rabu, 17 September 2014

Bukit Sikunir yang Sudah Mulai "Mainstream"

Standard
Beberapa bulan yang lalu, tepatnya sabtu tanggal 19 April 2014 ( Happy Birth Day c: ), untuk yang ke-3 kalinya saya berkunjung ke Bukit Sikunir. Salah satu spot sunrise yang terletak di desa tertinggi di Pulau Jawa, yaitu Desa Sembungan.
Jujur saja, sebenarnya saya sudah agak"bosan" untuk kembali lagi ke Gunung Sikunir. Bukan karena puncaknya yang enggak menarik, tapi lebih karena tempatnya yang sudah enggak menarik lagi. Maksudnya? Gini. Puncaknya sih, ok. Tapi yang membuat tempatnya enggak greget (lagi) adalah karena pengunjung yang buuuaaanyak banget. Sampai-sampai, kalau mau mendapatkan spot terbaik di sana, kita hatus datang paling awal / ngecamp di puncak. Karena kalau kita datang lebih telat dari yang lain, bisa dipastikan kita tidak akan mendapatkan spot terbaik. Berdesakkan, berisik, enggak nyaman, dan pastinya enggak akan bisa menikmati moment sunrise dengan lebih emosional.
Yup. Itu yang saya rasakan di bukit Sikunir terakhir kali saya ke sana. Berbeda sekali dengan dulu, beberapa tahun yang lalu. Tepatnya pada tangal 7 Juli 2012, saat saya untuk pertama kalinya melihat The True Golden Sunrise.

Mari kita naik mesin waktu, teman. Ke 7 Juli 2012.
Here we go ...
Kaki Bukit Sikunir, 7-7-12 | 16:14 wib
Kalau kalian belum pernah datang ke Sikunir, Ini merupakan tempat parkir (terdekat) di kaki Bukit Sikunir. Berjarak sekitar 20 menit dari puncak Sikunir. Saat kami pertama kali datang ke tempat itu, kami menguasainya. Secara harfiah, karena HANYA KAMI yang berada di sana. Namun jika kalian berkunjung ke tempat itu sekarang, kalian mungkin tidak akan bisa melihat rumput yang tumbuh di sela-sela paving block. Tahu kan maksudnya? Karena sudah terlalu banyak kendaraan yang parkir di tempat itu.

Lahan Parkir 1:
Bahkan karena banyaknya si-kendaraan, sampai-sampai lapangan bola di sebelah tempat parkir pun ikut dijadikan lahan parkir. Oh iya, ada sebuah lapangan bola di sana, dan di situ lah kami mendirikan kemah kami. Dan sebuah danau, bernama Danau Cebong. Tapi airnya enggak bisa diminum lho, ya?

Lahan Parkir 2:
Kaki Bukit Sikunir, 7-7-12 | 16:42 wib
That was a great place. Saya sampai bisa membaca buku dengan takzim di sana. Mengacuhkan para Hobbit yang sedang berburu foto.
Kaki Bukit Sikunir, 7-7-12 | 16:43 wib
Kaki Bukit Sikunir, 7-7-12 | 17:49 wib | Lihat Langitnya
Kami semua berdelapan; Saya, Andi, Temannya Andi, Novi, Uswah, Sugeng, Faqih, dan Yadi. Mereka benar-benar Hobbit yang bersemangat. Tapi sekali lagi, kalian mungkin tidak akan pernah mendapatkan privasi seperti kami di Bukit Sikunir saat itu. Dan 7 Juli 2012 itu hari sabtu, a.k.a weekend, saat tempat wisata mana pun mencapai titik yang cukup ramai dibanding hari-hari yang lainnya.

Kaki Bukit Sikunir, 7-7-12 | 17:59 wib
Oh iya, saya mau cerita sesuatu. Saat malam tiba, ketika kami sedang duduk ngobrol santai di depan api unggun, ada sebuah kejadian yang cukup menarik (mungkin).

Side Story:
Kira-kira pukul 10 malam, saat kabut mulai turun dan menaungi kami dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Benar-benar tebal dan dingin, seolah-olah sekawanan Dementor sedang mengawasi kami dari suatu tempat. Awalnya kami mendengar suara anjing yang menggonggong. Kami berasumsi bahwa itu adalah suara anjing dari petani / penduduk setempat yang sedang menjaga ladangnya, sehingga kami mengacuhkannya. Dan selang beberapa lama, suara itu pun lenyap.
Saya tidak tahu, apakah memang sudah menjadi takdir untuk seperti itu dari dulu, atau apa. Karena setiap film horor yang pernah saya tonton, selalu dan SELALU ada orang-orang yang memisahkan diri dari rombongannya karena berbagai macam alasan. Dan dalam kasus ini, adalah SAYA yang memisahkan diri dari rombongan karena tidak bisa menahan diri untuk ke belakang.

Saya beranjak, dan membekali diri hanya dengan beberapa lembar tisu dan senter redup dari HP. Berjalan sekitar 10 meter memunggungi tenda membelah kabut, menuju tepian danau. Ok, kalian pasti tahu bagaimana rasanya melepaskan sesuatu yang sudah kau tahan selama berjam-jam, bukan? Lega? Seharusnya. Kecuali jika saat itu ada sesuatu yang mengganggu ke-khusyuk-an mu.
Saya hampir selesai. Sekali lagi, HAMPIR! Saat tiba-tiba terdengar suara tangis yang memilukan tepat di arah belakang sebelah kanan. Sumpah, kalian pasti tidak ingin mendengarnya!
Itu adalah adegan yang paling meng-HOROR-kan sepanjang sejarah hidup saya!

Saya berdiri di depan danau yang permukaan airnya terlihat sangat gelap, di belakang saya tumbuh semak-semak setinggi pinggang orang dewasa, dan dari arah semak-semak itu terdengar suara tangisan yang sangat mengerikan. Saya sampai membayangkan, si pemilik suara memilukan ini sedang berusaha meraih pundah saya dengan tangannya yang hanya tinggal tulang dibalut kain putih lusuh.

Dan tiba-tiba saja semuanya terasa berputar dalam gerakan lambat. Saya nggak bisa menggambarkan bagaimana akhirnya mengambil tindakan untuk secepatnya kembali ke dalam tenda dengan langkah yang tertatih. Karena bagi saya, itu merupakan 10 meter terpanjang yang pernah saya alami.

Namun setelah kondisi kejiwaan saya lumayan membaik, saya menceritakan kejadian tersebut kepada yang lain. Dan seperti film-film horor pada umumnya; ternyata mereka tidak mendengar apa-apa, kecuali suara anjing yang berisik tadi. Well ... I am alone ... (-_-)
Sepanjang pengalaman saya camping, sudah beberapa kali tim kami mengalami kejadian-kejadian mistis, seperti melihat sosok kakek-kakek, temen yang kesurupan, mendengar suara-suara aneh (paling sering). Namun baru kali itu saya mengalaminya seorang diri. Dan sumpah, saya berharap itu adalah yang terakhir kalinya! -_-

Baiklah, kita lanjutkan saja ... dan akhirnya, sekitar pukul 4 pagi, kami mendaki menuju puncak Bukit Sikunir bersama beberapa rombongan turis yang sudah mulai menyemut. Mereka sepertinya lebih memilih untuk menginap di Homestay daripada menggelar tenda seperti kami. Awalnya satu-dua, namun lama-lama menjadi belasan kendaraan yang berdatangan. Tentu saja kami tidak ingin menunggu hingga menjadi puluhan. Tidak sampai setengah jam kami sudah tiba di salah satu puncak Bukit Sikunir. Bukan merupakan puncak tertinggi, namun menurut kami cukup strategis. Bahkan kemarin saat saya kembali ke sana, tempat itu sepertinya mulai tertutup oleh semak-semak. Yang artinya, jarang ada orang yang berada di sana, kan?
Bukit Sikunir, 8-7-12 | 05:19 wib
Dan ini dia, The True Golden Sunrise pada hari Minggu, 8 Juli 2012.
True Golden Sunrise:
That was fun. A real fun.

Dan ini adalah dokumentasi saat saya untuk yang ke-2 kalinya mengunjungi tempat itu.10-11 Agustus 2013.
Another Golden Sunrise:
Ini video dokumentasinya...
=========================================================
=========================================================
Well ... itulah pengalaman terbaik saya bisa berada di salah satu puncak tertinggi di pulau jawa. Negeri Atas Awan, Bukit Sikunir. Pengalaman yang cukup berkesan. Namun seperti yang sudah saya katakan di atas, saya merasa ragu bisa mendapatkan pengalaman yang sama jika harus berkunjung ke Sikunir lagi. Bukan berarti saya nggak mau ke sana lagi, Sikunir bukan tempat yang membosankan, tapi juga sudah bukan menjadi tempat yang spesial, setidaknya bagi saya. Karena ... sebenarnya ada alternatif lain jika kalian ingin melihat Golden Sunrise dengan feel yang lebih mengena. Lebih Emotional. Kalian akan merasakan kesejukannya, semangatnya, dan kehidupan baru yang ditawarkannya.

Di mana?

Spoiler untuk tulisan saya selanjutnya, Gunung Prau ... The Amazing Golden Sunrise, and even Sunset.

The Amazing Gunung Prau, 3 Jalur Pendakian


The Amazing Gunung Prau:
Comments
3 Comments

3 komentar: